Skip to main content

Sebuah prosa untukmu tuan


Untukmu yang menganggap perhatianku hanya mainan, untukmu yang mengira cintaku hanya omong kosong. Sekarang kita bukan lagi seperti dulu. Kamu tiba-tiba menjauh tanpa sebuah alasan. Jika aku bisa berkata yang sesungguhnya, diriku sangat tersiksa. Terutama ketika bertemu denganmu, ketika menerima kenyataan bahwa jalan kita sudah berbeda. Kita bertemu setiap hari, tapi sosokmu tak bisa kusentuh. Aku selalu berusaha tak bertanya soal perubahan sikapmu, yang membuatku hampir meledak karena tak kunjung mengerti pikiranmu.

Kularikan rasa rinduku dalam tulisan ini. Dimana aku bisa menangis pilu tanpa membuat tuli telingamu. Jujur, aku sangat merindukanmu dan nampaknya kau tak pernah tau betapa aku tak bisa berbuat banyak selain menunggumu bicara lebih dulu. Aku selalu membisu, meskipun rasanya ini bodoh. Tapi entah mengapa aku tak ingin melupakanmu.

Kalau saja aku punya keberanian lebih, rasanya aku ingin bertanya padamu. Seberapa buta matamu, sehingga kamu tak melihat perhatianku? Seberapa mati perasaanmu, hingga kamu tak sadar ada orang yang berjuang untukmu? kamu tau tidak bagaimana rasanya menjadi perempuan yang memikul beban karena cintanya bertepuk sebelah tangan? Apa kamu mengerti rasanya jadi aku, yang terus bertanya-tanya soal perasaanmu? Apa kamu mengerti rasanya bertemu setiap hari dengan orang yang kau cintai, namun harus bertingkah seakan tak ada rasa? seolah kamu sudah lupa semua rasa yang telah kita lalui. Ku lalui semua rasa sakit itu setiap hari. Disetiap aku melihat dirimu menggandeng tangan kekasihmu saat ini.

Jakarta,
Angel Sibarani

Comments

Popular posts from this blog

Aku dan hidupku

Sinar mentari kembali semangati pagiku Sadarkanku dari mimpi berlalu semalam Berharap hari baru kulalui dengan ceria Selalu menjalani hidup dengan hati gembira Kadang angin kencang berhentikan langkahku Pernah juga aku terjatuh dan kemudian terluka Namun aku segera bangkit teruskan perjalanan Karena aku yakin pasti bahagia didepan menanti Emosi tak pernah bercampur logika Tapi semakin dewasa aku mengerti Tentang makna tawa dan air mata Yang mewarnai hari memberi arti Aku akan tetap menjadi diriku sendiri Dan biarkan mereka yang menilaiku Karena Inilah aku yang apa adanya Inilah aku dan hidupku... Jakarta, Angel Sibarani

Ternyata kau bukan untukku

Jauh darimu aku hanya sebuah angan Berada dihadapanmu jadi sebuah bayang Tak berarti apa-apa Tak guna apa-apa Aku bahagia saat jenuhku bersamamu Meski kau acuh atas rasa itu Aku tau, mengerti, dan juga paham Hatimu hanya untuk yang kau beri senyum Bahkan waktuku tak mampu menggantinya Tak bisa sedetikpun memalingkanmu darinya Sekarang aku sadar Ragamu selalu bersama dan menemaniku Namun hati dan pikiranmu terpaut padanya Tapi tenanglah Itu tak membuatku meninggalkanmu Akan kusimpan baik-baik rasa ini Akan kubuatkan ruang tersendiri dihatiku Akan aku lepas kamu Namun akan kujaga kamu dari kejauhan Karena aku tak mau mengurungmu dalam kemunafikan Jakarta, Angel sibarani

Permintaan Sang Pendosa

Tiap mata memandang mentari Yang bisa kutatap hanya hitam Hati di dada menghitam Tiada seberkas cahaya tebersit Kuhabiskan sesalku setiap hari Akan dosa yang menggunung Akan dosa yang tiada diampuni Aku hanya kain bernoda hitam Setiap detik dosaku tempatku bernaung Rasa bersalah kini menggerogoti hati Hati yang kini kian menggunung es Kebaikan bertarung di daging hati Keburukan menetap di jiwa raga Bergulat hingga akal dicumbu nafsu Aku ingin mencampakkan hitamku Berlari sejauh kaki membawa tubuh Kutinggalkan dosa yang kian melangit Aku ingin bersih kembali meski tak suci Sesak rasanya berkubang hina Dosa itu seakan enggan hilang Aku muak pada kenyataan yang mengikat Tuhan aku ingin bebas dari belenggu dosa Kini aku bertaruh pada daun yang bertiup Hanya itu kuingin hingga ajal menjemput Sungguh aku ingin melupakan saat kelamku Keinginan tetaplah hanya tinggal keinginan Meski setelah hujan terlukis pelangi Tuhan izinkan aku berubah Berilah aku set