Skip to main content

Sebuah Drama Topeng Pendusta


Pernahkah kau berpikir tentang aku?
Apa kau peduli pada perasaanku?
Apakah kau anggap aku ada?
Atau bagimu aku hanya mainan?
Tidakkah kau mendengar jeritan hatiku?
Padahal pintaku hanya sedikit, tidak lebih
Tolong dengarlah sekali saja, tak perlu lebih

Mungkin di matamu aku terlihat tegar
Tapi kau telah salah besar menilaiku
Belahan lain diriku juga bisa menangis pilu
Bahkan separuhnya meminta untuk rebah

Dan kau semakin menjadi-jadi menyiksaku
Kau seperti si dungu berwajah lugu
Kau menikmati setiap inci goresan luka ini
Hai lihatlah, aku merintih dalam ringai!
Aku tersenyum dalam luka!
Dan aku tertawa dalam kepalsuan!

Semua seperti sebuah kebohongan besar
Hingga muak menjadi satu dengan lelah
Aku lelah harus berpura-pura tabah
Aku lelah harus selalu tersenyum palsu
Bahkan diam-diam aku mengaung tangis

Drama ini benar-benar membuatku muak
Aku benci kenajisan yang kau ciptakan
Lalu kau suguhkan pada penikmat dusta
Kapan aku bisa tersenyum saat bahagia?
Kapan aku bisa bebas menangis saat sedih?

Sadarlah, bukalah mata hatimu
Semua itu hanyalah sebuah topeng
Topeng yang ampuh membuatmu bodoh
Bodohnya kau menilai aku wanita kuat
Bodohnya kau hingga tiada menyadari

Sejujurnya raga ini rapuh dan lemah
Aku tak ingin lagi mendustai perasaanku
Tidak bisakah kau lihat perjuanganku? Butakah mata hatimu selama ini?
Dan aku disini hanya mampu bertahan

Bertahan meski batinku terluka
Setia meski nuraniku tercabik
Menunggu meski aku sudah muak
Dan Inilah yang dinamakan cinta

Jakarta,
Angel Sibarani

Comments

Popular posts from this blog

Ternyata kau bukan untukku

Jauh darimu aku hanya sebuah angan Berada dihadapanmu jadi sebuah bayang Tak berarti apa-apa Tak guna apa-apa Aku bahagia saat jenuhku bersamamu Meski kau acuh atas rasa itu Aku tau, mengerti, dan juga paham Hatimu hanya untuk yang kau beri senyum Bahkan waktuku tak mampu menggantinya Tak bisa sedetikpun memalingkanmu darinya Sekarang aku sadar Ragamu selalu bersama dan menemaniku Namun hati dan pikiranmu terpaut padanya Tapi tenanglah Itu tak membuatku meninggalkanmu Akan kusimpan baik-baik rasa ini Akan kubuatkan ruang tersendiri dihatiku Akan aku lepas kamu Namun akan kujaga kamu dari kejauhan Karena aku tak mau mengurungmu dalam kemunafikan Jakarta, Angel sibarani

(Prosa) teruntuk lelaki yang berjuang bersamaku

Aku memang bukanlah wanita yang sempurna, bukan berasal dari keluarga berada, wajahku juga tak secantik artis Korea. Tadinya, aku tak pernah memikirkan perkara cinta. Buat perempuan sepertiku, perkara cinta hanya buang-buang waktu saja. Lebih baik, aku memikirkan karier dan kesuksesan di masa depan. Aku tak pernah ambil pusing untuk urusan asmara. Toh, jodoh dan mati sudah ada yang mengatur, kenapa manusia harus repot? Yang aku pikirkan hanya jika nanti aku berhasil, maka keluargaku pun akan bahagia. Itu saja. Kau pun hadir saat itu agar perjuangan ku mulai terasa ringan. Terima kasih karena memilih wanita sepertiku, menerima semua kekurangan dalam diriku, yang tak mungkin bisa kusebutkan satu per satu. Aku sangat menghargai ketulusanmu, cintamu, dan pengorbananmu. Setiap aku membutuhkanmu, kau pun selalu ada di sampingku.  Namun, terkadang hatiku terluka saat aku mengingat masa laluku. Kuhabiskan masa mudaku untuk berjuang demi cita - cita yang ingin ku gapai. Ke...

(Prosa) Penantian tanpa kepastian

Kucoba kuatkan hati, mesti tiada harapan pasti yang engkau berikan. Kucuba bersabar menahan gejolak di dada, meski sering kali engkau memilih diam. Karena sulit bagiku untuk melupakanmu dan jiwaku hanya tentram ketika menyebut namamu, bukan yang lain. Sempat juga aku berpikir untuk menanyakan sebuah kepastian, “apakah masih ada harapan untukku memilikimu seutuhnya?” Namun, aku tak sanggup menderamu dengan pertanyaan berat ini. Aku tak ingin hadirkan beban dalam hatimu sehingga engkau tak bisa konsentrasi dalam duniamu. Kutahan gelisah, meski wajahmu seringkali datang menghampiri jiwa. Kukuatkan kesabaran dalam penantian tanpa kepastian. Cukuplah dirimu di hatiku saat ini, karena engkaulah yang hadirkan ketenangan. Bukan yang lain, yang seringkali lewat ucapan dan pintanya mendera pikiranku. Mereka menghampiriku, kemudian membunuhku perlahan. Beda dengan dirimu, sapaanmu telah hadirkan berjuta inspirasi. Senyummu kobarkan semangat membara. Tanpa harus berkamuflase dengan kata-k...