Skip to main content

Posts

Showing posts from September, 2019

Catatan Sejuta Luka

Ini catatan tentang sebuah kisah pilu Selalu membuatku mengharu biru Hanya ada airmata disetiap ceritanya Hanya ada duka dalam helaan nafas Kini aku hanya ingin terbang pergi jauh Melepas jutaan luka yang kian merayapiku Airmata seakan tiada guna lagi Seakan tuli mendengar jeritan tangisku Seakan semua tak perdulikan deritaku Semua hanya sebuah jerat penderitaan Sungguhku iri melihat pelangi diujung badai Aku tak sanggup meringkas tinta merahku Terbayang rindu terpasung diantara beku Menari diantara bunga bertudung kelabu Dan sejuta asa yang memimpikan kebebasan Kini hujan datang memberi salam Mengungkapkan memori dibalik luka Mengetuk bingkai lapuk cerita silamku Raga seakan lelah mencari arti bahagia Dan seketika derita menjadi penutup luka Jujur aku merindukan kebahagiaan Aku rindu berada diatara orang tersayang Aku rindu menjadi orang yang dirindukan Aku rindu hidup tanpa airmata luka Aku benar-benar rindu tersenyum Dulu bahagia dan duka mulus ku lalui T

Sebuah Drama Topeng Pendusta

Pernahkah kau berpikir tentang aku? Apa kau peduli pada perasaanku? Apakah kau anggap aku ada? Atau bagimu aku hanya mainan? Tidakkah kau mendengar jeritan hatiku? Padahal pintaku hanya sedikit, tidak lebih Tolong dengarlah sekali saja, tak perlu lebih Mungkin di matamu aku terlihat tegar Tapi kau telah salah besar menilaiku Belahan lain diriku juga bisa menangis pilu Bahkan separuhnya meminta untuk rebah Dan kau semakin menjadi-jadi menyiksaku Kau seperti si dungu berwajah lugu Kau menikmati setiap inci goresan luka ini Hai lihatlah, aku merintih dalam ringai! Aku tersenyum dalam luka! Dan aku tertawa dalam kepalsuan! Semua seperti sebuah kebohongan besar Hingga muak menjadi satu dengan lelah Aku lelah harus berpura-pura tabah Aku lelah harus selalu tersenyum palsu Bahkan diam-diam aku mengaung tangis Drama ini benar-benar membuatku muak Aku benci kenajisan yang kau ciptakan Lalu kau suguhkan pada penikmat dusta Kapan aku bisa tersenyum saat bahagia?

Salahkah Elegiku?

Hei, apakah bagimu segenggam duri bisa menjadi hiasan ronce kembang melati? Aku tuliskan bait-bait elegi dengan pena bertintakan rintihan airmata. Kemudian ku hidangkan pada mereka yang sedang haus dan kelaparan kata-kata. Kau adalah salah satu yang menelannya dan tersedak racun dari puisi elegiku Hahahahaa... ! Aku pandai menggambar fatamorgana yang menciptakan sebuah ilusi manis menipu mata. Ku kirimkan indahnya ilusi manis sebuah cinta melalui rintik derai hujan. Sampai butiran-butiran air yang mengisyaratkan rintik derai hujan berebut mengutarakan isi hatinya. Gambar yang kuciptakan itu seperti belati bermata dua yang siap mencabik dan mengoyak relung hati siapa saja yang mendengar jadi luluh lantak. Aku bukanlah penggila yang menghambakan dirinya pada cinta. Elegi telah membawa tubuhku terbang mengembara. Mengendarai kata-kata netizan yang maha benar. Zaman dimana semuanya menghujat, dan mencemooh goresan isak tangismu hanyalah seonggok sampah! Sampah! Apa yang salah